Kalau sebelumnya kami masih kelas 8 tepatnya kelas 8-3, sekarang kami sudah kelas 9, kelas 9-1. Saat itu pelajaran terakhir, yaitu jam pelajaran IPS. Gurunya sih ada, yaitu Bu Ari (walikelas 9-3). Namun karena ini baru minggu pertama, jadi kami bebas dulu.
Asri, Blanca, Nasya, Rani, Raysa, Deta, Boy, Mahesa dan anak-anak lain memutuskan untuk bermain kotak pos di kelas. Kalau aku sih biasa, hanya berperan sebagai penonton. Kelasku ini memang anti mainstream karena kelas lain nggak ada yang main beginian :3.
Tahu kan, permainan kotak pos? Yang awalnya duduk membentuk lingkaran, lalu kedua tangan diulurkan, yang satu di atas teman, yang satu lagi ya dibawahnya. Terus nyanyi, “Kotak Pos belum diisi, mari kita isi dengan isi-isian, misalnya dari siapa?” sambil menepuk tangan teman yang ada di sebelah kita. Kalau berhenti di kita, kita harus menyebutkan nama apapun, terserah deh.
Eh, tunggu dulu.
Salah satu dering telepon khas handphone Nokia berbunyi keras. Duh, handphone siapakah itu? Bukankah tidak boleh bawa hp ke sekolah?
“Waaaahhhh…” seru satu kelas.
“Siapa tuh yang bawa hp?” heran Bu Ari.
Satu kelas pun hening. Tidak ada yang mengaku.
“Mahesa ya?” Sorot mata satu kelas mengarah ke Mahesa.
Mahesa senyum-senyum sendiri, namun ia tidak mengakui kalau hp yang berdering itu miliknya. Ya untungnya ini bukan jam pelajaran Bahasa Indonesia, yang gurunya adalah walikelas kami, Bu Nuni (masih ingat kan, pernah kok kuceritakan juga di sekuel cerita ini, bahkan ada cerpen tersendiri tentang beliau). Kalau nggak, bagaimana nasib si pembawa handphone itu? (Sebenarnya sih sama aja resiko membawa handphone ke sekolah, yaitu disita dengan guru yang bersangkutan. Tapi kan, kalau sudah sama walikelas pasti dihukum. Oleh karena itu, patuhi aturan sekolah ya teman-teman :). Lagian kalau kalian membawa handphone, kan jadi nggak fokus dengan pelajaran di sekolah.
Oke, kita balik lagi ke cerita. Namun anak-anak mulai melupakan masalah itu dan bermain kembali.
Kemudian dilanjutkan dari kita, “Si Kita minta huruf B, lama-lama menjadi Buaya.”. Kalau berhentinya di kita, berarti kita yang jadi Buaya (ceritanya). Kalau nggak dapat giliran, bisa jaga. Di kelasku ini, yang mendapat giliran jaga adalah Rani.
“Satu… dua… tiga…” Beberapa anak memutar-mutar badan Rani setelah mata Rani ditutup menggunakan dasi sekolah (kalau nggak salah).
Masing-masing anak yang ikutan bermain memperkenalkan identitasnya dengan menyebutkan nama mereka di permainan kotak pos kali ini. Banyak banget yang ikutan main, hampir satu kelas. Keren dan kompak kan, kelasku? Aku sih bukannya nggak mau, tapi lagi malas lari-larian. Capek. Jadi nonton aja, seru juga kok.
Setelah itu Rani mulai berjalan dengan pelan mengelilingi kelas. Yang pertama dia menuju tangga bantu untuk menulis di papan tulisan karena ada beberapa anak yang ‘bersarang’ disana. Namun anak-anak disana langsung berlarian ke belakang kelas.
“Hai Rani,” godaku dari tangga bantu, sambil terkikik.
“Woooo…!” sorak anak-anak yang ikut bermain kotak pos.
“Apaan sih Mon,” sahut Rani sambil berjalan ke belakang kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar